Selasa, 10 September 2013

24 BEST SELLER BOOKS
Ulin Nurviana

Baturetno Bunguntapan, Yogyakarta 2016
Aku masih setia duduk di depan komputer. Sudah enam jam aku beraktivitas di depan layar. Kantong mataku mulai melebar. Siapa peduli, yang penting naskahku selesai malam ini juga dan besok bisa aku setorkan ke penerbit. Target dua puluh empat buku terlaris harus terealisasikan sebelum umurku dua puluh empat habis.
Kertas dan beberapa buku berserakan. Jam menunjukkan pukul 02.00 WIB. Namun tak sedikit pun aku merasa mengantuk. Semangatku terus meledak-ledak. Tak peduli teman satu kos sudah pada tidur semua. Tidak boleh lengah apalagi terbujuk rayuan setan. Dua ratus halaman harus sudah teredit rapi.
“Vi, kamu gak tidur?”
Aku cukup terkejut dan segera menoleh. Rena teman satu kamarku ternyata terjaga.
“Nanti setelah editanku selesai.” Jawabku
Rena kembali menarik selimutnya. Ia sudah tahu aktivitasku, meskipun tiap malam masih terjaga dan bertanya. Dia sahabat yang baik. Sudah tiga tahun ini aku satu kos dengannya.
Waktu masih berjalan. Selesai mengedit dan memperbaiki semua, naskah tersebut segera aku print. Sambil nunggu print selesai, aku tidur sejenak. Bukan karena rasa kantuk, melainkan harus tidur sejenak sebelum aku sholat tahajut jam tiga pagi nanti.
Sudah tiga tahun aku berada di Surakarta. Bekerja sebagai salah satu editor di penerbit nasional sekaligus menyelesaikan kuliah S2 ku di Jurusan Psikologi. Sudah lima belas novel teentit aku terbitkan. Tiga buku motivasi dan antologi yang tak terhitung lagi jumlahnya. Pendek kata aku sudah menjadi seorang penulis yang cukup dikenal di negri ini, terutama penggila teenlit dan funfiksion. Enam novel terbitanku bergenre Jepang dan Korea, lalu sisanya genre lokal. Keenamnya menjadi best seller.
Novel pertama yang menjadi best seller berjudul DISTURBANCE, lalu menyusul novel-novel genre K-Pop. Beberapa novel motivasi lokal juga menjadi best seller. Dua belas dari novel terbitanku menjadi novel terlaris. Sayangnya belum satu pun buku-buku nonfiksi yang aku keluarkan menjadi best seller. Nampaknya perjalananku masih panjang. Namun aku tidak akan sedikit pun menggeser mimpiku. Menjadi penulis paling produktif dan pencetak novel-novel best seller.
Lima novel fantasiku sedang melalangbuana berusaha menembus beberapa penerbit nasional, hingga internasional. Sudah menjadi kamusku, jika novel fantasi yang aku keluarkan ditolak oleh para penerbit, maka tujuanku selanjutnya adalah penerbit yang ada di Malasya, Singapura dan bahkan Jepang. Tentunya sebelum itu aku bongkar terlebih dahulu bahasa yang aku gunakan.
oOo

Aku sholat tahajut hingga kulanjutkan sholat subuh. Aku masih terus berperang untuk masa depan. Tujuanku tahun ini adalah memberangkatkan orang tuaku haji. Membiayai full kuliah adikku di Institute Teknologi Bandung dan mendistribusikan dua ratus buku ke sekolah-sekolah yang ada di kampungku, bahkan aku ingin mendirikan sekolah gratis menulis untuk anak-anak yang tidak mampu. Semua itu dari dana royalti yang aku dapatkan. Bismillah, untuk dakwah. Apa yang tidak mungkin.
“Ya Rohman, Vi. Kamu benar-benar tidak tidur lagi tadi malam?” tanya Rena yang baru bangun dan masih duduk di atas kasur.
Aku tersenyum sambil merapikan naskah yang sudah selesai di-print.
“Aku tidak bisa membayangkan kalau aku jadi kamu.” Gumamnya
“Beruntungnya kamu bukan aku ya, Non.” Sahutku
“Lihat itu matamu! Indikator pekerja keras.”
“Aku harus mengumpulkan banyak uang demi mimpi-mimpiku, Rena. Tahun ini harus bisa. Bismillah..”
“Bukankah kamu sudah banyak uang? Lihat tabunganmu, sudah tidak memiliki tempat lagi untuk menampung hasil royalti yang kamu dapat.”
“Itu bukan uang milikku, Ren. Itu uang untuk dakwah. Untuk orang tua dan adikku. Aku masih membutuhkan banyak dana untuk memberi ratusan buku yang aku sebar secara gratis. Aku ingin bangsa ini cinta membaca. Ah pokoknya perjalanan masih panjang. Tidak ada waktu untuk santai-santai.
“Oke.. aku doain kelak suamimu adalah pengusaha sukses, agar bisa membantumu mewujudkan mimpi-mimpi besarmu itu.”
“Amin.. itu menggoda atau memotivasi?” tanyaku sambil melirik Rena.
Rena malah tertawa, lalu turun dari kasur dan duduk di depan komputer. Belum cuci muka sudah ngapeli mbah Google. Mentang-mentang sedang kedatangan tamu, jadi bangun seenaknya.
“Vi, katanya Presiden Direktur mau merayakan ulang tahun pernikahannya di Jepang lho. Keren banget itu orang.” Rena mulai menggosip.
“Terus?” tanyaku
Rena langsung memutar kursinya, menghadap ke arahku yang duduk di lantai di belakangnya.
“Kabar-kabarnya kru redaksi bakal diajak liburan ke Jepang.”
Aku langsung mendelik. Liburan? Ke Jepang? Menghabiskan berapa dolar?
“Kamu dapat cerita dari mana? Bisa menghabiskan ratusan juta kalau mau membawa kru liburan ke Jepang.” Sahutku tidak percaya.
“Pak Presdir kaya raya. Internet marketer, Buk. Aku berharap kita bisa liburan ke Jepang.” Rena mulai menghayal.
“Sudah ngegosipnya. Bukain e-mail-ku dong, Ren! Aku mau lihat pemberitahuan hari ini. Ditolak atau diterima naskahku.” Perintahku
Rena segera membuka Yahoo mail, dan ada beberapa e-mail masuk dari beberapa penerbit yang menyeleksi naskahku. Satu per satu aku buka isi e-mail itu. Dua novel Islamiku diterima dan dua novel fantasiku ditolak. Aku menghela nafas. Kenapa begitu susah menerbitkan novel fantasi di negri ini.
“Lihat itu pesan dari penerbit! Apa lagi yang kamu inginkan, Vi? Namamu sudah mebuming bak bang Terelie. Masih meminta jatah lebih.” Cerocos Rena
“Aku ingin novelku di film kan.” Sahutku
Rena mendelik, dan menarik tubuhnya menjauhiku yang sedang berdiri di sampingnya.
“Huaaah..ambisius banget!” tukasnya
“Aku tidak ada waktu untuk ngegosip. Pagi ini aku ada bedah buku dan ngisi seminar kepenulisan di Universitas Yogyakarta. Jadi aku harus segera mandi.” Putusku sambil me-log out e-mail-ku, lalu bergegas keluar kamar.
“Jangan lupa nanti siang rapat redaksi!” teriak Rena
oOo

Sebelum berangkat, aku menelpon orang tuaku dulu yang ada di Banyuwangi. Memberi kabar kalau uang untuk naik haji dan kuliah adikku sudah aku transfer. Hatiku sangat bahagia mendengar suara mereka. Aku yakin orang tuaku senang, karena sebentar lagi bisa naik haji. Mendengar suara mereka membuatku semakin semangat untuk mengejar mimpi selanjutkan.
Royalti hasil menulis sebanyak 80% aku gunakan untuk kepentingan sosial dan dakwah. Sisa persenannya aku gunakan untuk memenuhi kebutuhanku kuliah. Jadi aku jarang sekali menghamburkan uang untuk belanja baju dan lain-lain, karena 20% itu untuk kebutuhan yang memang penting, karena seluruh uang yang aku miliki itu adalah titipan Allah, jadi aku harus menggunakan uang tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Kamu tidak sarapan dulu, Vi? Aku siapkan makanan buatmu.”
“Tidak usah, aku makan di luar saja. Buru-buru ni.”

Aku langsung menyambar tas dan berlari pergi menunggu angkot menuju UNY. 

1 komentar:

  1. mana yang punya blog kog pernh pernah update tulisan terbarunya?

    BalasHapus