DAN BURONAN MASA LALUKU
Ulin Nurviana
Ketapang, Banyuwangi 11 Desember
“Tidak mungkin.”
Kubekap mulutku seketika saat mata ini menangkap
sesosok manusia yang selama ini menjadi buruan media masa. Keringat dingin
mulai berhamburan dalam tubuhku. Tak tanggung, jantungku melompat-lompat tak
tentu ritmenya.Tubuhku memanas seketika. Aku merasa suhu di sekitarku naik
hingga kebekuan menyerangku. Pasalnya lelaki yang ada di depanku ini telah
menjadi icon kejahatan selama setahun
terakhir. Pembunuhan berantai yang ia lakukan telah memusnahkan kedamaian di
kota kecil Banyuwangi.
Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu Dan di
kedai kopi kecil ini. Lelaki itu memakai topi warna hitam. Rambutnya yang
panjang hingga tengkuk kepala membuat sebagian dari wajahnya tidak jelas
terlihat. Namun aku bisa melihat jelas siapa dia. Ingatanku tentang dia dua
tahun lalu masih membatu dalam otakku. Tak mungkin aku melupakannya.
Dua tahun lalu ia pernah meminting tubuhku dengan
tangannya yang kekar. Konflik diantara kami berawal dari embernya mulutku.Sudah
menjadi kewajiban masyarakat untuk melaporkan setiap kejadian janggal di
sekitar kita, dan aku adalah salah satu pelopor terkait kejahatan Dan. Dua
tahun lalu ia nyaris membunuh salah seorang nelayan yang sedang melabuhkan kapalnya.
Pasalnya nelayan tersebut enggan memberikan uang hasil jerih payahnya berlayar kepada
Dan.
Dan merampas uang yang setengah mati nelayan itu
genggam.Tanpa belas kasihan Dan menendang nelayan tersebut hingga
tersungkur.Nelayan itu masih tak menyerah.Ia berusaha berlari mengejar Dan.
Namun nasib sial membuntutinya. Batu besar yang Dan lempar tepat mengenahi
kepala si nelayan hingga ia jatuh tak sadarkan diri. Aku yang melihat kejadian
itu segera berteriak meminta pertolongan, tapi nahas, karena tangan besar Dan
telah menjepit leherku hingga napasku tersendat.
“Jika kau berteriak lagi.Kupotong lehermu!” gertaknya
menakutiku.
Ketika itu aku hanya bisa pasrah tanpa suara.Jujur aku
tak mau mati.Masih banyak mimpi yang ingin kucapai, sehingga ketika Dan memukul
tengkukku hingga aku jatuh tersungkur, hanya kebisuan yang menghiasi
mulutku.Lelaki itu pergi meninggalkan ketakutan dalam diriku sampai dua tahun
berlalu.
“Kau masih mengingatku?”
Suara bariton itu membuyarkan lamunanku.Seketika
tubuhku menegang. Dan telah berdiri tepat di depan mataku.Tatapan matanya bak
pisau yang secara spontan telah menusuk retina mataku hingga getaran luar biasa
merambat memenuhi sekujur tubuhku.Lelaki ini, dia telah melakukan kejatahan
selama tiga tahun, dan telah menjadi buronan utama setahun terakhir.
“Kenapa, Ken?” dia tahu namaku.
Satu persatu neuron motorik dalam tubuhku seperti
berhenti bekerja.Aku menyadari hanya ada kami berdua di dalam kedai kecil
ini.Beberapa orang yang tadi sempat datang telah pergi, dan ibuku tak kuketahui
pergi kemana. Hanya Tuhan yang akan menyelamatkanku. Berharap aku lolos untuk
kedua kalinya.
“Kau..Kau tau namaku.” Suaraku tertahan
Dia tersenyum sinis, lalu tangan kanannya mulai
memegang bahuku.Entah kenapa aku merasa otakku tak mampu memerintah tanganku
untuk menampis tangan itu.Setidaknya tak membiarkan tangan kotor itu menyentuh
pundakku.
Aura pembunuh yang kurasakan darinya tiba-tiba
berubah.Sorot matanya meredup, dan tergores senyum tipis di bibirnya. Senyum
penuh luka, yang tidak kuketahui seperti apa luka itu. Namun aku merasa ada
sesuatu yang tersembunyi.Hatikah?Apakah dia masih memiliki itu?
“Niken..” perlahan wajahnya tertunduk, dan tangan itu
telah beralih dari bahuku.
Aku tidak tau apa yang terjadi dengannya. Perlahan
kulangkahkan kakiku menjauh darinya.Namun tubuhku tertahan saat tangan besar
itu mencengkeram lenganku.Merasa terjepit dan ketakutan, aku pun berteriak.
Namun sebelum suara itu memecah keheningan ruang seluas 5x6 meter itu, tangan
besar yang lain membekap mulutku.
“Kumohon jangan berteriak!” pintanya
Permintaan dan tatapan itu membuatku menurut begitu
saja.Entah kenapa ketakutan dalam diriku perlahan terkikis.Aku merasa tidak
asing dengan tatapan itu.Seperti pernah melihatnya jauh sebelum aku tau siapa
Dan.
“Kau ingat aku, Niken?” suara itu terdengar lebih
bersahabat.
Aku tidak menjawab.Hanya kutatap wajah yang kian detik
kian tidak asing buatku.Kucoba memutar memori masa lalu.Merangkai serpihan
sejarah usang yang pernah terjadi. Dan? Siapakah lelaki ini?Aku sulit menemukan
sosoknya di masa lalu.
“Siapa?”
Perlahan Dan menyisingkan lengan kanan jaket
hitamnya.Terlihat bekas jatihan di lengannya.
“Kau ingat masa sepuluh tahun lalu?Tangan ini berusaha
meraihmu sebelum sebuah mobil menabrakmu.” Cecernya
Deggg…
Kurasakan perih merayap dalam tubuhku.Aku ingat betul
peristiwa itu.Sebuah mobil nyaris menghancurkan tubuhku.Namun Danny –sahabatku–
telah mengorbankan tangannya demi menolongku.Namun pengorbanan itu tidak pernah
bernilai dihadapan orangtuaku. Pasalnya Danny hanya anak seorang perempuan
janda yang malang. Orangtuaku tidak menyukai aku bersahabat dengannya, sehingga
pengorbanan Danny padaku justru membuat kami terpisah hingga sepuluh tahun
berlalu.
“Da, Da, Danny?”
Airmata meluncur dari kedua matanya.Ia mengangguk
begitu saja, dan seketika tubuhku gemetar. Setengah mati aku tidak percaya
bahwa Dan adalah sahabatku Danny –Lelaki hangat yang pernah kukenal.Perlahan
kulangkahkan kakiku mundur hingga tubuhku membentur dinding.Aku masih tidak
percaya.
“Ibuku sakit, Niken.Kau tau aku orang miskin. Demi
Ibu, aku rela menjadi seorang buronan. Demi ibu, aku telah melukai banyak
orang.Biaya pengobatan Ibu terlampau mahal. Aku tidak tau harus mencari uang
sebanyak itu dengan cara bagaimana, sehingga kuputuskan menjadi perampok.”
Cecernya dengan uraian airmata.
Aku merasa tubuhku kian lemas.Perlahan aku mulai
mengakui bahwa dia memang Danny.Airmataku membedah. Airmata yang kutahan selama
hampir setengah jam sejak kaki Dan memasuki kedai kecilku.Seandainya aku telah
menyadari siapa Dan sejak dua tahun lalu saat di pelabuhan, mungkin aku bisa
menghentikan aksi kejahatannya saat itu juga.
“Kenapa?” napasku mulai sesak.Amat perih untuk dirasa.
Perlahan Dan mendekatiku.Kembali berdiri tepat di
depanku.Mencoba menelusuri sudut-sudut masa lalu yang nyaris terhapus
waktu.Kehangatan itu masih bisa kurasakan. Senyum itu masih seteduh dulu,
meskipun telah ternodai oleh kerasnya hidup yang ia lalui.
“Perjuanganku sia-sia, Niken.Ibuku telah meninggal
beberapa bulan lalu karena kangker.Tuhan tidak mengizinkan dia sembuh dari
pengobatan yang haram. Tuhan..membenciku, sehingga mengambilnya.” Tangisnya
pecah.
Tubuhnya terguncang oleh isak yang tak mampu ia tahan.
Ya Tuhan, aku melihat jelas luka itu.Dia terluka parah.Kehidupan ini terlalu
kejam untuknya.Kenapa?Kenapa harus dia yang merasakannya?
“Aku akan menyerahkan diriku.”
“Danny..” kubekap mulutku karena tak sanggup menerima
kenyataan ini. Kerinduan selama sepuluh tahun harus terbalas dengan luka.
Tuhan, aku ingin memeluknya.Tubuh kekar itu pasti
merindukan kasih sayang.Namun aku tak mampu meraih tubuhnya.Aku merasa ada
dinding penghalang yang membuatnya terlalu jauh untuk kuraih.Akhirnya tubuhku
tetap membeku di depannya.Hanya airmata yang bisa kutorehkan.
Sirine mobil polisi mulai terdengar. Entah siapa yang
melapor, tapi beberapa mobil polisi telah berhenti di depan kedaiku. Puluhan
polisi berhamburan keluar dari mobil.Mereka mengangkat
pistol masing-masing.Waspada jika Danny berani bergerak dan melawan.Beberapa
dari mereka mulai memasuki kedaiku, dan disaat itulah aku tak mampu menahan
tubuhku. Kuhamburkan tubuhku pada rengkuhannya. Aku tak mampu menutupi bahwa
aku takut kehilangannya untuk kedua kalinya.
“Aku merindukanmu, Danny.”
Tubuhku bergetar dalam rengkuhannya. Kurasakan begitu
nyata cairan hitam membasahi punggungnya. Tanganku telah terkotori oleh darah
yang keluar dari punggungnya. Di saat itulah aku menyadari bahwa polisi telah
menembak punggung Dan saat tubuhku kujatuhkan padanya.
“Ti, tidak mungkin.”Kutatap telapak tangan yang
bersimbah darah.
“Tidak semua penjahat itu hatinya mati. Dia, selalu
punya alasan kenapa berbuat seperti itu.Aku, aku ingin kau tau, kalau di luar
sana. Ribuan orang, bernasib sama denganku. Mereka butuh masa depan..” tuturnya
dengan suara terdendat-sendat. Kutahu ia berusaha menahan sakit.
Kutahan airmata sebisaku, dan semakin erat kupeluk
tubuhnya. Aku tidak mau persahabatan kita berakhir seperti ini. Untuk terakhir
kalinya, izinkan aku memeluknya Tuhan. Izinkan aku memberikan kehangatan di sisa
hidupnya.
“Niken, maafkan..aku.”
Itu kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum
tubuhnya jatuh tersungkur karena tanganku tak mampu menahan tubuhnya.Tangisku
meledak, dan polisi segera membawa tubuhnya menjauh dari pandanganku. Detik itu
juga aku sadar, bahwa aku telah kehilangan Danny untuk selamanya.
Jember, 23 Januari 2014
Kankukirim rasa untukmu di surga.
0 komentar:
Posting Komentar