Senin, 21 Desember 2015

Dan Buronan Masa Laluku


DAN BURONAN MASA LALUKU
Ulin Nurviana

Ketapang, Banyuwangi 11 Desember
“Tidak mungkin.”
Kubekap mulutku seketika saat mata ini menangkap sesosok manusia yang selama ini menjadi buruan media masa. Keringat dingin mulai berhamburan dalam tubuhku. Tak tanggung, jantungku melompat-lompat tak tentu ritmenya.Tubuhku memanas seketika. Aku merasa suhu di sekitarku naik hingga kebekuan menyerangku. Pasalnya lelaki yang ada di depanku ini telah menjadi icon kejahatan selama setahun terakhir. Pembunuhan berantai yang ia lakukan telah memusnahkan kedamaian di kota kecil Banyuwangi.
Aku tidak pernah membayangkan akan bertemu Dan di kedai kopi kecil ini. Lelaki itu memakai topi warna hitam. Rambutnya yang panjang hingga tengkuk kepala membuat sebagian dari wajahnya tidak jelas terlihat. Namun aku bisa melihat jelas siapa dia. Ingatanku tentang dia dua tahun lalu masih membatu dalam otakku. Tak mungkin aku melupakannya.
Dua tahun lalu ia pernah meminting tubuhku dengan tangannya yang kekar. Konflik diantara kami berawal dari embernya mulutku.Sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk melaporkan setiap kejadian janggal di sekitar kita, dan aku adalah salah satu pelopor terkait kejahatan Dan. Dua tahun lalu ia nyaris membunuh salah seorang nelayan yang sedang melabuhkan kapalnya. Pasalnya nelayan tersebut enggan memberikan uang hasil jerih payahnya berlayar kepada Dan.
Dan merampas uang yang setengah mati nelayan itu genggam.Tanpa belas kasihan Dan menendang nelayan tersebut hingga tersungkur.Nelayan itu masih tak menyerah.Ia berusaha berlari mengejar Dan. Namun nasib sial membuntutinya. Batu besar yang Dan lempar tepat mengenahi kepala si nelayan hingga ia jatuh tak sadarkan diri. Aku yang melihat kejadian itu segera berteriak meminta pertolongan, tapi nahas, karena tangan besar Dan telah menjepit leherku hingga napasku tersendat.
“Jika kau berteriak lagi.Kupotong lehermu!” gertaknya menakutiku.
Ketika itu aku hanya bisa pasrah tanpa suara.Jujur aku tak mau mati.Masih banyak mimpi yang ingin kucapai, sehingga ketika Dan memukul tengkukku hingga aku jatuh tersungkur, hanya kebisuan yang menghiasi mulutku.Lelaki itu pergi meninggalkan ketakutan dalam diriku sampai dua tahun berlalu.
“Kau masih mengingatku?”
Suara bariton itu membuyarkan lamunanku.Seketika tubuhku menegang. Dan telah berdiri tepat di depan mataku.Tatapan matanya bak pisau yang secara spontan telah menusuk retina mataku hingga getaran luar biasa merambat memenuhi sekujur tubuhku.Lelaki ini, dia telah melakukan kejatahan selama tiga tahun, dan telah menjadi buronan utama setahun terakhir.
“Kenapa, Ken?” dia tahu namaku.
Satu persatu neuron motorik dalam tubuhku seperti berhenti bekerja.Aku menyadari hanya ada kami berdua di dalam kedai kecil ini.Beberapa orang yang tadi sempat datang telah pergi, dan ibuku tak kuketahui pergi kemana. Hanya Tuhan yang akan menyelamatkanku. Berharap aku lolos untuk kedua kalinya.
“Kau..Kau tau namaku.” Suaraku tertahan
Dia tersenyum sinis, lalu tangan kanannya mulai memegang bahuku.Entah kenapa aku merasa otakku tak mampu memerintah tanganku untuk menampis tangan itu.Setidaknya tak membiarkan tangan kotor itu menyentuh pundakku.
Aura pembunuh yang kurasakan darinya tiba-tiba berubah.Sorot matanya meredup, dan tergores senyum tipis di bibirnya. Senyum penuh luka, yang tidak kuketahui seperti apa luka itu. Namun aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi.Hatikah?Apakah dia masih memiliki itu?
“Niken..” perlahan wajahnya tertunduk, dan tangan itu telah beralih dari bahuku.
Aku tidak tau apa yang terjadi dengannya. Perlahan kulangkahkan kakiku menjauh darinya.Namun tubuhku tertahan saat tangan besar itu mencengkeram lenganku.Merasa terjepit dan ketakutan, aku pun berteriak. Namun sebelum suara itu memecah keheningan ruang seluas 5x6 meter itu, tangan besar yang lain membekap mulutku.
“Kumohon jangan berteriak!” pintanya
Permintaan dan tatapan itu membuatku menurut begitu saja.Entah kenapa ketakutan dalam diriku perlahan terkikis.Aku merasa tidak asing dengan tatapan itu.Seperti pernah melihatnya jauh sebelum aku tau siapa Dan.
“Kau ingat aku, Niken?” suara itu terdengar lebih bersahabat.
Aku tidak menjawab.Hanya kutatap wajah yang kian detik kian tidak asing buatku.Kucoba memutar memori masa lalu.Merangkai serpihan sejarah usang yang pernah terjadi. Dan? Siapakah lelaki ini?Aku sulit menemukan sosoknya di masa lalu.
“Siapa?”
Perlahan Dan menyisingkan lengan kanan jaket hitamnya.Terlihat bekas jatihan di lengannya.
“Kau ingat masa sepuluh tahun lalu?Tangan ini berusaha meraihmu sebelum sebuah mobil menabrakmu.” Cecernya
Deggg…
Kurasakan perih merayap dalam tubuhku.Aku ingat betul peristiwa itu.Sebuah mobil nyaris menghancurkan tubuhku.Namun Danny –sahabatku– telah mengorbankan tangannya demi menolongku.Namun pengorbanan itu tidak pernah bernilai dihadapan orangtuaku. Pasalnya Danny hanya anak seorang perempuan janda yang malang. Orangtuaku tidak menyukai aku bersahabat dengannya, sehingga pengorbanan Danny padaku justru membuat kami terpisah hingga sepuluh tahun berlalu.
“Da, Da, Danny?”
Airmata meluncur dari kedua matanya.Ia mengangguk begitu saja, dan seketika tubuhku gemetar. Setengah mati aku tidak percaya bahwa Dan adalah sahabatku Danny –Lelaki hangat yang pernah kukenal.Perlahan kulangkahkan kakiku mundur hingga tubuhku membentur dinding.Aku masih tidak percaya.
“Ibuku sakit, Niken.Kau tau aku orang miskin. Demi Ibu, aku rela menjadi seorang buronan. Demi ibu, aku telah melukai banyak orang.Biaya pengobatan Ibu terlampau mahal. Aku tidak tau harus mencari uang sebanyak itu dengan cara bagaimana, sehingga kuputuskan menjadi perampok.” Cecernya dengan uraian airmata.
Aku merasa tubuhku kian lemas.Perlahan aku mulai mengakui bahwa dia memang Danny.Airmataku membedah. Airmata yang kutahan selama hampir setengah jam sejak kaki Dan memasuki kedai kecilku.Seandainya aku telah menyadari siapa Dan sejak dua tahun lalu saat di pelabuhan, mungkin aku bisa menghentikan aksi kejahatannya saat itu juga.
“Kenapa?” napasku mulai sesak.Amat perih untuk dirasa.
Perlahan Dan mendekatiku.Kembali berdiri tepat di depanku.Mencoba menelusuri sudut-sudut masa lalu yang nyaris terhapus waktu.Kehangatan itu masih bisa kurasakan. Senyum itu masih seteduh dulu, meskipun telah ternodai oleh kerasnya hidup yang ia lalui.
“Perjuanganku sia-sia, Niken.Ibuku telah meninggal beberapa bulan lalu karena kangker.Tuhan tidak mengizinkan dia sembuh dari pengobatan yang haram. Tuhan..membenciku, sehingga mengambilnya.” Tangisnya pecah.
Tubuhnya terguncang oleh isak yang tak mampu ia tahan. Ya Tuhan, aku melihat jelas luka itu.Dia terluka parah.Kehidupan ini terlalu kejam untuknya.Kenapa?Kenapa harus dia yang merasakannya?
“Aku akan menyerahkan diriku.”
“Danny..” kubekap mulutku karena tak sanggup menerima kenyataan ini. Kerinduan selama sepuluh tahun harus terbalas dengan luka.
Tuhan, aku ingin memeluknya.Tubuh kekar itu pasti merindukan kasih sayang.Namun aku tak mampu meraih tubuhnya.Aku merasa ada dinding penghalang yang membuatnya terlalu jauh untuk kuraih.Akhirnya tubuhku tetap membeku di depannya.Hanya airmata yang bisa kutorehkan.
Sirine mobil polisi mulai terdengar. Entah siapa yang melapor, tapi beberapa mobil polisi telah berhenti di depan kedaiku. Puluhan polisi berhamburan keluar dari mobil.Mereka mengangkat pistol masing-masing.Waspada jika Danny berani bergerak dan melawan.Beberapa dari mereka mulai memasuki kedaiku, dan disaat itulah aku tak mampu menahan tubuhku. Kuhamburkan tubuhku pada rengkuhannya. Aku tak mampu menutupi bahwa aku takut kehilangannya untuk kedua kalinya.
“Aku merindukanmu, Danny.”
Tubuhku bergetar dalam rengkuhannya. Kurasakan begitu nyata cairan hitam membasahi punggungnya. Tanganku telah terkotori oleh darah yang keluar dari punggungnya. Di saat itulah aku menyadari bahwa polisi telah menembak punggung Dan saat tubuhku kujatuhkan padanya.
“Ti, tidak mungkin.”Kutatap telapak tangan yang bersimbah darah.
“Tidak semua penjahat itu hatinya mati. Dia, selalu punya alasan kenapa berbuat seperti itu.Aku, aku ingin kau tau, kalau di luar sana. Ribuan orang, bernasib sama denganku. Mereka butuh masa depan..” tuturnya dengan suara terdendat-sendat. Kutahu ia berusaha menahan sakit.
Kutahan airmata sebisaku, dan semakin erat kupeluk tubuhnya. Aku tidak mau persahabatan kita berakhir seperti ini. Untuk terakhir kalinya, izinkan aku memeluknya Tuhan. Izinkan aku memberikan kehangatan di sisa hidupnya.
“Niken, maafkan..aku.”
Itu kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya sebelum tubuhnya jatuh tersungkur karena tanganku tak mampu menahan tubuhnya.Tangisku meledak, dan polisi segera membawa tubuhnya menjauh dari pandanganku. Detik itu juga aku sadar, bahwa aku telah kehilangan Danny untuk selamanya.


Jember, 23 Januari 2014
Kankukirim rasa untukmu di surga.

0 komentar:

Posting Komentar